Jember, NU Online
Ghirroh diniyyah 'ilmiyyah atau semangat berkeagamaan yang didasari keilmuan harus dilestarikan dan dibudayakan di kalangan NU. Tujuannya agar semangat keagamaan warga NU, terutama dalam menggali kitab-kitab klasik tetap menggelora dan tumbuh di kalangan generasi penerus NU.
<>
Hal tersebut dikemukakan pengasuh Pondok Pesantren Riyadlus Sholihin, KH. Mushoddiq Fikri saat memberikan sambutan dalam bahtsul masa'il di masjid kompleks pesantren yang terletak di Gebang, Kaliwates tersebut.
Menurutnya, saat ini kegiatan-kegiatan seperti bahtsul masa'il perlu terus ditradisikan sebagai bagian dari kegiatan ilmiyah NU yang akan menjawab pelbagai persoalan keagamaan di tengah-tengah masyarakat. "Di tengah persoalan keagamaan yang semakin beragam dan berkembang, bahtsul masa'il masih punya legitimasi untuk menjawab persoalan agama yang ada," tukasnya.
Gus Fikri, sapaan akrabnya, menambahkan bahwa saat ini semangat keagamaan justru kalah meriah dibading ghirroh siyasiyah (semangat politik). Untuk urusan yang satu ini, katanya, NU tidak pernah kehilangan semangat.
Syahwat politk NU selalu menggebu-gebu, sehingga di mana ada event politik, di situ NU ikut terlibat. "Harapan kita, kalau semangat berpolitiknya tinggi, mari kita imbangi dengan semangat keagamaan yang tinggi juga. Kalau urusan politik, sangat antusias, maka urusan NU (agama), jangan sampai tidak ada greget, itu keliru. Harus sama," jelasnya.
Bahtsul masa'il tersebut merupakan program reguler yang digelar oleh MWCNU secara bergantian. Pesertanya para tokoh masyarakat dan para pengurus MWCNU. Setiap MWCNU mengirimkan pesertanya minimal 5 orang. Setiap MWCNU berhak menyampaikan satu atau lebih pertanyaan, untuk kemudian dibahas dalam forum oleh LBM NU dengan rujukan dalil-dalil yang bersumber dari kitab kuning, Al-Quran dan Hadits. (Aryudi A. Razaq/Abdullah Alawi)