Daerah

Sukuri, Santri Beasiswa di China Ditinggal Ayah Sejak Usia 6 Tahun

Senin, 12 November 2018 | 16:00 WIB

Sukuri, Santri Beasiswa di China Ditinggal Ayah Sejak Usia 6 Tahun

Sukuri (kanan) kuliah ke China gratis

Jombang, NU Online
Sukuri santri asli Indramayu Jawa Barat adalah salah seorang peraih beasiswa S1 jurusan landscape agriculture JAHVC Jiangsu China pada tahun 2018/2019. 

Tak disangka mahasiswa yang berangkat dari pesantren Anwarul Huda Genukwatu, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur ini bukan dari kalangan mampu, terutama dari sisi ekonomi.

Ia bahkan telah ditinggalkan sang ayah semenjak kecil, tepatnya pada umur 6 tahun. "Saya ditinggal bapak saya semenjak saya masih berumur 6 tahun, waktu itu baru duduk di bangku SD kelas satu," katanya kepada NU Online, Senin (12/11).

Kondisi demikian tak membuat pria kelahiran 6 juli 2000 di Dusun Gua Landak RT/RW 003/002, Desa Gelarmendala, Kecamatan Balongan-Indramayu ini pesimis untuk terus menyelesaikan pendidikan formalnya. 

Sukuri menceritakan, meski tidak mudah ia bisa melaluinya dengan baik bersama bantuan sang ibu tercinta. Ibunya mendukung Sukuri dengan hasil kerja kerasnya, meski ia belum memiliki penghasilan tetap, lantaran sang ibu hanya bekerja serabutan.

"Dan semenjak itu juga ibu saya yang setiap harinya bertani dan bekerja serabutan yang hasilnya tak seberapa, ibu saya lah yang biayai saya sekolah dari kelas satu SD sampai saya bisa seperti ini," tuturnya.

Setelah ia lulus SD, Sukuri memutuskan untuk menimba ilmu ke Jombang. Di Kota Santri ini lah ia mondok dan menyelesaikannya pendidikan formalnya di SMK Manbaul Huda Genukwatu. 

Dengan bimbingan para guru dan pengasuh pesantren Sukuri dapat menghafal ayat-ayat Al-Qur'an dengan baik dan benar, hingga akhirnya bisa diterima kuliah S1 secara cuma-cuma di China.

"Ketika saya mondok di Jombang, saya cuma dikasih ibu saya 300 ribu rupiah, mulai SMK ibu saya udah tidak bisa bekerja, apalagi pergi ke sawah karena usia ibu udah tua (60 tahun)," ungkapnya.

Ia bersyukur bisa melalui kehidupannya yang penuh warna itu. Selama di pesantren ia mengaku banyak hal yang telah didapat. Selain ilmu agama, tekun belajar, hidup mandiri juga ia rasakan. Ini kata dia, yang membentuk karakter serta kepribadiannya yang kuat tatkala menghadapi tantangan-tantangan.

"Di pondok itulah di samping saya menimba ilmu agama di sana kita juga diajarkan selalu hidup yang sederhana, hidup mandiri dan tahu caranya  berbakti kepda orang tua," pungkasnya. (Syamsul Arifin/Muiz)


Terkait