Daerah

Ribuan Santri Mulai Masuk Pesantren

Sabtu, 30 Juni 2018 | 14:00 WIB

Ribuan Santri Mulai Masuk Pesantren

Santri Mahadut Tholabah Tegal mulai masuk pondok

Tegal, NU Online
Ribuan santri di Pesantren Mahadut Tholabah Babakan Lebaksiu Kabupaten Tegal, Jawa Tengah mulai memasuki pondok. Mereka berduyun duyun sowan ke kiai pengasuh dengan diantar orang tua masing masing bahkan bagi santri baru diantar oleh kerabatnya. 

Sehingga nuansa pondok bertambah hidup dengan banyaknya santri beserta wali santrinya. Suasana haru terlihat ketika anak yang baru kali pertama mondok harus terlepas dari orang tua dan keluarganya sehingga meneteskan air mata, menangis tersedu sedan.

“Hari ke-16 Syawal, santri Mahadut Tholabah harus sudah masuk, karena tidak mengikuti kalender pendidikan nasional. Kami mengacu pada kalender pondok yang sudah berlangsung seabad silam,” tutur Pengasuh pondok pesantren Mahaduth Tholabah Babakan Lebaksiu KH Nasichun Isa Mufti saat berbincang dengan NU Online di sela menerima wali santri yang sedang sowan, Sabtu (30/6).

Kiai I’un, demikian panggilan akrabnya, menjelaskan, kalau Santri sudah berdatangan sejak Jumat (29/6) dari berbagai daerah setelah menikmati liburan lebaran Idhul Fitri 1439 Hijriyah. Pesantrennya memberlakukan tiga kali liburan dalam setahun dan tidak dipengaruhi oleh kalender pendidikan nasional. 

Libur yang bisa dinikmati santri, sambungnya, adalah libur Maulid Nabi Muhammad SAW selama 5 hari, Libur Idhul Adha selama 5 hari, Libur Nisfu Syaban dan libur Ramadhan serta Idhul Fitri selama 19 hari.  “Walaupun sekolah formal libur, santri tetap berangkat,” tandasnya.

Menurutnya, pembelajaran di pondok menjadi hal yang utama. Sehingga tidak terpancang dengan libur sekolah umum meskipun para santri juga bersekolah formal. Yayasan pondok pesantren juga menyelenggarakan sekolah formal dari MI, MTs dan MA. Tetapi pendidikan pondok lebih diutamakan sehingga harus mendahulukan program program dari pesantren. 

“Utamanya mondok, sehingga tidak menjadi masalah bila ada anak yang tidak bersekolah formal,” tuturnya. 

Dia menegaskan, ada tiga unsur yang mendukung berhasil tidaknya memondokan anak. Ketiga unsur tersebut, yakni anak itu sendiri, orang tua dan pengasuh. Untuk itu, ketiganya harus saling mendukung sehingga diharapkan dalam waktu tertentu santri bisa menyerap ilmu dan bermanfaat.

Saat ini, pesantren yang berdiri sejak 1916 oleh KH Mufti bin Salim memiliki santri putra 1.015 dan dan santri putri 215.

Secara ketat, santri tidak diperkenankan membawa handphone atau alat elektronik lainnya. Bila membandel maka akan di sita dan tidak dikembalikan. Hape maupun alat elektronik hasil sitaan akan dijual yang kemudian diwujudkan untuk membeli semen atau bahan bangunan lainnya untuk perbaikan pesantren. Santri putra juga dilarang merokok. 

Saat ini, lanjutnya, santri terjauh dari lampung. Kebanyakan mereka datang dari wilayah demak ke Barat hingga Jakarta. 

“Kalau daerah wetan, sudah banyak pondok hebat jadi mereka yang datang ke sini kebanyakan dari wilayah pantura dan pantai selatan. Tiap Kabupaten ada dari ungaran, demak, banten, bogor, Jakarta,” tuturnya.

Kiai Nasichun berpendapat, saat ini banyak orang tua maupun santri yang dengan sadar nyantri. Mereka terdorong karena fenomena dunia yang mengkhawatirkan terjadinya kerusakan akhlak dan juga merasuknya paham radikalisme. 

Menurutnya, dengan nyantri akan menjadi aman, murah dan orang tua tidak perlu kuatir karena pendidikannya berlangsung 24 jam untuk dunia dan akherat. (Wasdiun/Muiz


Terkait