Bengkulu, NU Online
Petani di Desa Sengkuang, lokasinya bersebelahan dengan perkebunan teh kabawetan Kabupaten Kepahiang, satu kawasan dataran tinggi di Prov. Bengkulu mengeluhkan anjloknya harga kol hingga mencapai Rp50 perkg, akibatnya puluhan ton kol siap panen dibiarkan membusuk.
"Untuk memanen dan membawa kol ke tempat penjualan butuh biaya angkutnya lebih dari Rp50/kg. Hampir setiap kali panen, harga kol jatuh hingga petani rugi besar," ujar Ir. Ganjar, pembina petani di Desa Sengkuang, Kab. Kepahiang berjarak, 70 km dari Kota Bengkulu, Minggu.
<>Diluar musim panen, harga kol pada tingkat petani mencapai Rp1.000/kg. Harga sebesar itu memberikan keuntungan memadai bagi petani hingga mereka akhirnya mau memanfaatkan lahan kebun. Penyebab jatuhnya harga, akibat kelebihan pasokan, permainan pedagang penampung serta tidak adanya industri pengolahan kol.
Ganjar mengaku heran dengan rendahnya harga kol. Harusnya kalaupun panen melimpah, harga masih bisa dipertahankan hingga Rp500/kg. Pada tingkat pedagang terutama di kota-kota seperti Bengkulu dan Lubuk Linggau, harga kol pada saat yang sama bisa di atas Rp500/kg. Dengan adanya fluktuasi harga yang tinggi, ia meminta agar pemerintah daerah bisa mengolah hasil kol petani dengan cara mengeringkan dan tidak rusak dalam jangka waktu tertentu.
Ia juga minta agar pemerintah daerah bisa memfasilitasi pihak lain membeli kol dari petani di Kabupaten Kepahiang. Kalau ada pedagang yang menampung kol dengan harga wajar tentunya taraf hidup petani bisa sedikit membaik. Lahan Di Desa Sengkuang berada 600 meter di atas permukaan laut, juga ada industri teh kabawetan yang dikelola PT. Sarana Mandiri Mukti.
Sebagian warga desa terbantu dengan menjadi pekerja di perkebunan teh seluas 640 hektare dengan pekerja mencapai 1.000 orang. "Adanya perkebunan teh sangat membantu sebagian petani yang anggota keluarganya bekerja sebagai pemetik dan pengolah teh. Tapi tentunya kita berharap ada kepedulian pemerintah untuk mencarikan solusi agar harga kol bisa stabil," ujarnya. (atr/cih)