Tegal, NU Online
Pertemuan dua orang seperjuangan di NU, mampu melahirkan Madrasah Tsanawiyah (MTs) NU Sunan Kalijaga Adiwerna, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Kegelisahan dua insan tersebut selanjutnya dirembug dengan Pengurus MWCNU dan setelah dua tahun kemudian, cita-citanya terwujud.
Demikian penuturan Kepala MTs NU Sunan Kalijaga Hasan Ali, sebagaimana diceritakan kepada NU Online di ruang kerjanya, Selasa (14/2).
Hasan menceritakan, pertemuan H Ahmad Yasin (alm) dan Hasan Ali yang mengajar di suatu MTs tak sehaluan, menjadikan keprihatinan mereka berdua. Selanjutnya, saling bertukar pendapat, kenapa NU tidak bisa mendirikan sekolah, sementara anak-anak NU banyak yang menjadi siswanya. Padahal tempat dimana mereka mengajar, tidak sehaluan dengan NU.
Akhirnya dengan semangat membaja, dua kader tersebut bisa mendirikan MTs NU setelah dua tahun malang melintang berkoordinasi. “Saya ketemu almarhum Ahmad Yasin pada 1985 lalu melakukan koordinasi dengan semua pihak dan Alhamdulillah 1987 madrasah ini berdiri,” tuturnya.
Hasan juga tidak bisa menghilangkan jasa-jasa KH Sobirin, H Bahrudin, H Yusron, H Mahfudz, H Muslim tokoh-tokoh NU lainnya yang turut membidani kelahiran MTs NU Sunan Kalijaga.
Sungguh suatu kebahagiaan tersendiri, karena kali pertama membuka MTs NU pendaftar perdana mencapai 150 siswa, meskipun tempat belajarnya numpang di MDA Desa Kaliwadas.
MTs yang berlokasi di jalan Singkil Kaliwadas Km 2 Adiwerna Kabupaten Tegal kini siswanya mencapai 800 anak yang terbagi dalam 21 rombongan belajar. Sedangkan guru yang mengajar sejumlah 39 dan tenaga administrasi 11 orang.
Madrasah yang didirikan di atas tanah seluas 8750 meter persegi dengan luas bangunan 1399 meter persegi pada masa mendatang akan didirikan SD dan SMA NU serta Pesantren. “Luasnya tanah memungkinkan untuk pengembangan menjadi sekolah terpadu dengan pesantren,” tekadnya.
Keseriusan mengembangkan madrasah NU menjadi penyemangat tersendiri bagi seluruh warga madrasah dari siswa hingga guru. Terbukti keseriusan tersebut diujudkan dalam berbagai kegiatan yang menjadi tradisi NU.
Antara lain adanya pembiasaan pembacaan yasin, tahlil setiap hari Jumat. Shalat duha dan sholat dhuhur berjamaah diwajibkan untuk seluruh siswa dan guru. Tidak heran kalau di depan kelas penuh kran wudlu, sampai 40 buah.
Juga Istighosah dan pengajian kitab kuning talimul mutaalim, setiap Jumat Kliwon. Siswa sudah datang di Madrasah sejak jam 6.20 yang selanjutnya membaca qiroatil quran untuk kelas 7 dan 8. Sedangkan kelas 9 menghafal juz ke-30.
“Al hamdulillah 90 persen lulusan MTs NU Sunan Kalijaga hafal Juz Ama. Bahkan ada yang hafidz 5 juz,” ungkapnya.
Yang menjadi pembeda dengan Madrasah lain, lanjutnya, setiap hari Senin dipentaskan pidato bahasa Indonesia, Inggris dan Arab oleh para siswa dihadapan teman-temannya di tengah-tengah lapangan. Tidak heran, madrasah ini selalu menjadi juara 1 setiap ajang lomba pidato tingkat Kabupaten Tegal.
Mulai tahun pelajaran 2017/2018 akan diberlakukan puasa sunah setiap hari Kamis, untuk hari Senin dipersilahkan untuk puasa apa tidak terserah karena ada upacara. Sehingga tahun depan kantin dan pedagang diliburkan, dan pelajaran olahraga dialihkan ke hari yang lain.
Menghadapi UN dan UANBN, masih kata Hasan, madrasah memberikan pengayaan pelajaran bagi kelas 9 dan melakukan istighotsah serta mujahadah. “Bersama para guru kelas 9 melakukan ziarah lokal ke Sunan Amangkurat, Pangeran Purbaya, Hadad, Sunan Panggung, dan Mbah Miftah,” ucapnya.
Untuk merintis pesantren, telah dibuka pesantren di MTs NU Adiwerna dengan nama Pesantren Sunan Kalijaga. Ada 65 santri mukim dibawah asuhan Kiai Maezur yang terbagi di 6 bilik santri. “Pesantren ini juga menerima siswa SD dan SMK/MA/SMA dan Mahasiswa. Untuk anak-anak SMP atau MTs di luar MTs NU Sunan Kalijaga belum bisa menerimanya,” pungkasnya. (Wasdiun/Abdullah Alalwi)