Daerah

Persaingan Sengit 4 Cabang Ansor di Ajang NU Jatim Award

Senin, 1 Juli 2019 | 12:30 WIB

Surabaya, NU Online
Pada ajang PWNU Jatim Award 2019, persaingan yang cukup ketat terjadi di badan otonom yakni Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Empat kandidat saling beradu prestasi dan capaian selama kepengurusan. Kendati seru, masing-masing juga berbagi lelucon, sehingga suasana jauh dari kata tegang.

Keempat peserta adalah Pimpinan Cabang (PC) GP Ansor Lamongan, Jombang, Lumajang, serta Kota Kediri. Mulai dari tingkat akreditasi, kaderisasi, jumah anggota termasuk Banser, Baanar, Majelis Rijalul Ansor, hingga jenis usaha dan kelebihan lain disampaikan pada kegiatan yang berlangsung di aula PWNU Jatim tersebut.

Muhammad Masyhur sebagai peserta pertama menjelaskan bahwa akreditasi kepengurusan PC GP Ansor Lamongan adalah A. “Saat ini kami memiliki 403 kepengurusan di tingkat Pimpinan Ranting, serta 27 Pimpinan Anak Cabang atau PAC,” katanya, Ahad (30/6).

Yang menarik dari kepengurusan kali keduanya ini adalah seluruh surat menyurat tersaji secara online. “Dengan demikian tidak akan ada pemusnahan dokumen yang dilakukan pengurus,” ujarnya. Surat keputusan yang menyatakan kepengurusan dari PC GP Ansor, PAC hingga Pimpinan Ranting semua dapat dilihat secara terbuka, lanjutnya.  

Demikian halnya dengan kaderisasi. “Kaderisasi baik tingkat dasar, menengah hingga atas telah dilakukan secara berjenjang yang kemudian dilanjutkan dengan evaluasi,” terangnya.

Hal menarik dari Ansor di kawasan pesisir ini adalah ketersediaan tenaga untuk melatih pembuatan video hingga siaran langsung pengajian di tiga pesantren. “Seluruh kebutuhan kami siapkan, hingga jaringan internet. Pesantren yang bersangkutan tinggal melakukan tayangan,” ungkapnya.

Soal kaderisasi dan kelengkapan organisasi, PC GP Ansor Jombang setali tiga uang. “Akreditasi kami A, dan memiliki 21 kepengurusan PAC dan 306 Pimpinan Ranting,” kata Zulfikar Damam Ikhwanto.

Sejumlah kegiatan khas yang tidak dimiliki Ansor di kawasan lain adalah sebagai pemantau Pemilihan Umum atau Pemilu. “Bahkan setingkat Pimpinan Pusat GP Ansor sekalipun belum memiliki sertifikat sebagai pemantau resmi,” kata Gus Antok, sapaan akrabnya.

Pesantren kilat atau Sanlat bagi sejumlah mahasiswa yang hendak memasuki beberapa kampus negeri juga selalu digelar. “Setiap tahun kami harus melakukan seleksi demi memastikan kapasitas dan komitmen peserta yang hendak masuk ke perguruan tinggi negeri favorit,” jelasnya.

Lewat Ansoruna Business Jombang, Gus Antok juga melakukan pendataan terhadap para pemilik toko. “Ini cara yang kami lakukan untuk memastikan jaringan toko sahabat yakni kader Ansor yang ada di sejumlah tempat di Jombang,” ungkapnya.

Demikian pula dengan adanya galeri Ansor atau distro yang memajang hasil kreasi para kader usai mengikuti aneka pelatihan. “Itu hasil kerja sama dengan Balai Latihan Kerja atau BLK di sini,” jelasnya.

H Fahrur Rozi sebagai Ketua PC GP Ansor Lumajang mengemukakan bahwa apa yang telah disampaikan dua ketua sebelumnya sebagai sebuah tugas yang tidak terhindarkan dari Ansor. 

“Kegiatan akreditasi, kaderisasi dan segala yang menyangkut amanah organisasi bukan merupakan hal yang perlu dibanggakan. Itu semua adalah sebuah kewajiban,” selorohnya.

Hal yang justru menjadi andalan dari kepengurusannya adalah masalah hukum, pemberdayaan, pelayanan, hingga pendampingan hukum. “Kami memberikan keleluasaan kepada lembaga bantuan hukum yang dimiliki  Ansor,” tegasnya.

Kontestan terakhir adalah dari PC GP Ansor Kota Kediri yang harus mewarisi kondisi kepengurusan yang kurang menggembirakan. “Kaderisasi di sini sudah vakum selama beberapa tahun, sehingga anggota Ansor dan Banser juga terbatas,” kata Wazid Mansur.

Belum lagi kondisi keuangan dan kelengkapan administrasi yang serba terbatas. “Tapi itu bukan berarti kami dengan mudah menerima bantuan dari sejumlah kalangan,” ungkapnya. Justru dalam kondisi seperti ini, kemandirian dan keteguhan hati pengurus dipertaruhkan.

Lewat sejumlah pertimbangan, akhirnya dirinya selaku Ketua PC GP Ansor Kota Kediri berkenan menerima bantuan mobil dari seseorang. “Tapi yang kami terima buka mobil pribadi, tapi ambulance,” tegasnya.

Suasana presentasi demikian guyup dan sarat keakraban. Masing-masing berharap menjadi pemenang pertama karena memang layak menyandang predikat tersebut dari dewan penilai.

PWNU Jatim Award berlangsung hingga Senin (1/7) karena masih banyak kriteria dan kontestan yang ikut berpartisipasi. Pantauan media ini, suasana penjurian sudah rampung, khususnya di Kantor PWNU Jatim.

Selanjutnya mereka menunggu kedatangan panitia lain dari kampus Unusa dan RSI Siti Hajar Sidoarjo yang menggelar acara serupa. “Rencananya, malam ini kita akan menggelar pleno untuk memastikan rekap nilai dan menentukan siap para jawara di PWNU Jatim Award 2019,” tandas salah seorang panitia, Sururi Arumbani. (Ibnu Nawawi)



Terkait