Daerah

Peran Pendidikan di Keluarga di Mata Ki Hadjar Dewantara

Senin, 25 April 2016 | 23:00 WIB

Jombang, NU Online
Tidak banyak yang mengetahui bahwa Ki Hadjar Dewantara memiliki pandangan cemerlang terkait masalah pendidikan dalam keluarga. Dalam seminar hukum keluarga yang berlangsung di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang, sejumlah gagasan Ki Hajar yang jarang diketahui banyak mengemuka.

"Keluarga bagi Ki Hajar Dewantara adalah pendidikan yang utama," kata salah seorang narasumber seminar Chafid Wahyudi, Ahad (24/4).

Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini mengemukakan bahwa alam keluarga adalah tempat terbaik untuk melakukan pendidikan, tidak terkecuali pendidikan sosial, lanjutnya.

Pengurus Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) NU Kota Surabaya ini memaparkan sejumlah kritik yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara terhadap institusi pendidikan termasuk kampus yang semata hanya memandang peserta didik tidak ubahnya sebagai hubungan bisnis.

"Sistem pendidikan kita terjebak pada komersialisasi," kata dia.

Secara lebih detail, Chafid menjelaskan pandangan Ki Hadjar Dewantara terkait keluarga. "Pertama, orang tua dalam pendidikan keluarga berperan sebagai guru atau penuntun, pengajar dan pemimpin pekerjaan atau pemberi contoh," terangnya.

Tiga peran ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari orang tua saat berada di rumah, lanjutnya.

Sedangkan yang kedua, dalam alam keluarga, anak saling mendidik. "Semakin keluarga itu besar, maka proses pendidikan semakin besar," kata pegiat literasi ini. Hal ini juga berlaku kebalikannya. "Semakin kecil keluarganya, maka proses pendidikan akan semakin kecil," ungkapnya.

"Ketiga, anak-anak berkesempatan mendidik dirinya sendiri," katanya. Lebih jelas, Chafid mengemukakan dalam alam keluarga mereka tidak berbeda kedudukannya seperti orang hidup di masyarakat. "Beragam kejadian, sering kali memaksa anak-anak mendidik diri mereka sendiri," lanjutnya.

Ketika keluarga absen dalam pendidikan, maka keberadaan lembaga pendidikan formal hanya mengeksploitasi intelektualitas serta menjadi materialistis. Kalau hal ini terus menerus dilanjutkan, sistem pendidikan hanya akan menghasilkan produk-produk keras di fisik namun rapuh di jiwa. "Pada gilirannya membentuk sikap individualistik sehingga tidak ramah terhadap alam," pungkasnya.

Seminar hukum keluarga ini diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Akhwal as-Syakhsiyyah Fakultas Ilmu Agama Islam Unipdu. Di samping Chafid Wahyudi, tampil pula Hasan Ikhwani dari ITS. (Ibnu Nawawi/Alhafiz K)


Terkait