Daerah

Pemimpin yang Baik Harus Berhati-Hati dalam Berucap

Sabtu, 24 Maret 2018 | 10:00 WIB

Bandarlampung, NU Online
Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomudin mengatakan bahwa seorang pemimpin atau tokoh harus menjaga setiap perkataan yang diucapkannya diiringi dengan kehati-hatian, penuh rasa tanggung jawab serta memiliki argumen berdasarkan fakta-fakta dan landasan yang kokoh.

"Aja waton ngomong, nanging ngomongo nganggo waton. Artinya, seorang pemimpin berkewajiban untuk menjaga setiap kata-katanya, jangan asal berbicara, tidak boleh asal bunyi ngawur," kata Kiai asal Lampung yang akrab disapa Gus Ishom ini mengutip pribahasa Jawa terkait sikap pemimpin yang baik, Sabtu (24/4).

Peribahasa ini lanjut Gus Ishom, biasanya ditujukan kepada orang yang suka menyampaikan berita penuh kebohongan, mudah menyalahkan orang lain atas dasar informasi yang masih samar, mudah berburuk sangka dan dengan entengnya melontarkan kalimat yang merendahkan orang lain.

Lebih lanjut Gus Ishom menyampaikan beberapa pribahasa Jawa yang memiliki nilai penting dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan sifat pemimpin dan kepemimpinan.

Diantaranya adalah Aja rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa yang  artinya seorang pemimpin itu tidak boleh jumawa dan merasa serba bisa, namun ia harus bisa merasakan.

"Merasa mampu melakukan sesuatu bukan berarti telah pasti bisa berbuat sesuatu hingga ia sukses membuktikannya. Jika ia telah berhasil dengan sukses berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk orang banyak yang dipimpinnya barulah ia boleh dan pantas menyatakan bahwa dirinya bisa," terangnya saat dihubungi NU Online melalui sambungan telepon.

Saat ini lanjut Dosen UIN Raden Intan Lampung ini, banyak calon pemimpin yang sibuk mengumbar janji-janji karena merasa bisa. Namun sesungguhnya rakyat tidak butuh sekedar janji, melainkan bukti.

"Jangan sekali-kali bicara dengan banyak janji, karena nanti buktilah yang akan berbicara," tegas Gus Ishom.

Jadi pemimpin lanjutnya, juga harus menjaga ketenangan di masyarakat melalui kewajiban memprioritaskan terwujudnya kehidupan yang rukun, berdamai dengan dirinya sendiri, dan rukun terhadap siapa saja.

"Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah. Artinya bahwa rukun membuat hidup sentosa, sedangkan konflik mengakibatkan kerusakan atau kehancuran," katanya.

Seorang pemimpin menurutnya juga harus mau menerima aspirasi dari bawah dan memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya. Pemimpin yang memperhatikan nasib dan dekat dengan rakyat biasanya akan sangat dicintai  dan ditaati rakyat. Sedangkan rakyatnya pun nantinya akan dengan sukarela turut serta membantu kesulitan-kesulitan pemimpinnya.

"Curiga manjing warangka, warangka manjing curiga," pungkas Gus Ishom mengutip pribahasa Jawa yang menggambarkan sikap ideal pemimpin terhadap rakyatnya yakni gemar menyantuni. (Muhammad Faizin).


Terkait