Sidoarjo, NU Online
KH Sholeh Qosim mengharapkan pengurus harian PBNU dan para pemerhati ormas supaya segera mengambil sikap terkait turunnya surat edaran Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) nomor 900/4627/SJ tertanggal 18 Agustus 2015. Menurut Kiai Sholeh, surat edaran ini menambahkan bahwa masjid dan sekolah diharuskan berbadan hukum Kemenkumham sebagai persyaratan pemerolehan dana hibah.
<>
"8 September lalu, saya diberitahu oleh Kabag Kesra Sidoarjo bahwa masjid di Sidoarjo tidak bisa mendapatkan bantuan dana hibah. Kecuali yang berbadan hukum Kemenkumham. Sementara masjid yang berhukum NU atau LTM NU tidak bisa. Karena NU sendiri sudah menerima dana hibah," jelas Kiai Sholeh kepada NU Online, Rabu (30/9).
Tidak hanya masjid, lanjut Kiai Sholeh, sekolah di bawah naungan LP Ma'arif NU, Jam'iyyah Qurra' wal Huffazd (JQH) NU tidak bisa mendapatkan dana hibah karena terkait aturan-aturan itu.
"Kalau bisa, masalah ini segera dan secepatnya dicarikan solusi. Karena ini sudah ranahnya PBNU. Jika tidak, nanti yang jadi korban adalah masyarakat bawah," tegas Kiai Sholeh.
Kiai Sholeh berharap kepada PBNU supaya menyesuaikan badan hukum NU dan lembaga-lembaga di bawahnya terhadap undang-undang yang telah diatur oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
Perlu diketahui bahwa berkenaan dengan UU no.23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pasal 158 ayat 5; belanja hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan kepada: a. Pemerintah pusat b. Pemerintah daerah lain c. Badan usaha milik negara atau BUMD dan/atau d. Badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.
Juga dikuatkan dengan surat edaran Menteri dalam negeri pasal 298 ayat (5) UU no. 23 tahun 2014 menegaskan bahwa belanja hibah dapat diberikan kepada; a. Pemerintah pusat b. Pemerintah daerah lain c. Badan usaha milik negara atau BUMD dan/atau d. Badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.
"Imbas dari peraturan-peraturan itu adalah banyak warga nahdliyin yang tidak bisa mengakses haknya yang berupa dana hibah itu. Ini problem nasional dan menyangkut hajat hidup dan hak jutaan warga Nahdliyyin. Mohon kiranya para kiai, politisi, dan praktisi hukum, utamanya Kesekjenan PBNU dan LPBH NU untuk menemukan dan merumuskan solusi hukum yang menjamin terpenuhinya hak warga nahdliyin mengakses dana hibah (bantuan)," harap Kiai Sholeh.
Kiai Sholeh menyebut contoh yang sudah terjadi di beberapa daerah, antara lain di Pemkot Pasuruan, sebanyak 562 guru Madrasah Diniyah, 2500 guru TPQ, dan 295 mudin tidak menerima insentif.
Di Pasuruan ratusan sekolah di bawah Maarif dan TK. RA harus membuat badan hukum baru demi mendapatkan hak hibah itu karena badan hukum NU ditolak. Di Jombang, ribuan guru juga nasibnya sama dengan di Pasuruan.
Sementara di Sidoarjo ratusan masjid ber-SK LTM PCNU atau badan hukum NU ditolak, akibatnya mereka tidak bisa menerima hak dana hibah. "Termasuk juga Jam'iyah Qurra wal Huffadz, bernasib sama tidak bisa mengakses hak dana hibah atau bantuan," pungkas Kiai Sholeh. (Moh Kholidun/Alhafiz K)