Solo, NU Online
Sore itu, suasana di kompleks Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Surakarta terlihat seperti biasa, usai menyelesaikan jadwal belajar sekolah diniyah, para santri bergegas ke tempat yang mereka tuju untuk mengikuti kegiatan ekstakurikuler.
Tak terkecuali dua santri, Wildan Aji Gumilang dan Abdul Rouf, dengan masih mengenakan sarung dan peci keduanya bergegas untuk pergi ke serambi masjid pondok. Tiba di lokasi, keduanya langsung bergabung bersama santri yang lain untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikurikuler jurnalistik dan sastra.
Setelah mendapat pengarahan dari sang pembimbing, buku yang mereka bawa mulai dibuka untuk berlatih menulis. Macam-macam tulisan yang mereka buat, ada puisi, berita, dan lain-lain. Posisi menulis pun dibebaskan, ada yang sembari tengkurap, duduk, bersandar pada tiang dan sebagainya.
Wildan, Rouf dan beberapa santri kelas 7 dan 8 SMP Al-Muayyad lainnya mengikuti kegiatan pelatihan tulis menulis ini kurang lebih sudah sekitar setengah tahun yang lalu. Kegiatan ini diadakan setiap Selasa, pukul 4 hingga 5 sore.
Kegiatan jurnalistik termasuk salah satu ekstra pilihan yang mesti yang diikuti para santri. Selain itu ada pramuka, public speaking, sablon, kaligrafi, PBB, qiro’ah, dan rebana.
Kenalkan melalui sastra
Miftahul Abrori, sang pembimbing ekstrakurikuler jurnalistik, mengungkapkan dalam pelatihan ini para santri selain belajar jurnalistik, juga menggali kemampuan mereka di bidang sastra.
“Tadinya pihak sekolah hanya memberi pengarahan kepada saya untuk mengajar jurnalistik, namun saya mengusulkan untuk menyisipkan sastra pada ekstrakurikuler ini, dan pihak sekolah setuju,” papar Miftah, saat ditemui NU Online, belum lama ini (1/4).
Materi sastra diberikan Miftah kepada siswa sebagai perangsang untuk menulis. Menurutnya, pelajaram jurnalistik dirasa agak berat dicerna para siswa. “Materi jurnalistik yang saya sampaikan ternyata berat bagi mereka. Saya ingat, bahwa saya mengawali menulis dari menulis puisi, lalu cerpen, berita dan sedikit artikel,” tutur dia.
Kegiatan ini ternyata juga mendapat sambutan yang baik dari para siswa. Pada awal pendaftaran, ada 80 santri yang memilih ekstra ini. “Meskipun sekarang, yang bertahan aktif hanya 40-an anak, tapi ini sudah lumayan,” ujar alumni UNU Surakarta itu.
Sampai setengah tahun ini, hasil dari pelatihan jurnalistik di Pesantren Al-Muayyad mulai terlihat. Para santri yang didorong untuk produktif membuat puisi dan cerpen, beberapa karya mereka bahkan bisa termuat di koran lokal.
Ditambahkan Miftah, selain mengikuti kegiatan ekstra jurnalistik, untuk mengasah potensi tulis menulis lainnya di pesantren yang pernah diasuh KH Umar Abdul Mannan tersebut, juga disediakan sebuah media, yakni Majalah Serambi Al-Muayyad. (Ajie Najmuddin/Fathoni)