Semarang, NU Online
Kepala BDK Semarang Chobirun Zuhdy mengungkapkan, Lesson Study adalah program unggulan BSK Semarang, yang setiap tahun terus ditingkatkan pelatihannya.
“LS adalah program unggulan balai kami. LS kami kembangkan untuk melayani para guru madrasah di Jateng dan DIY yang merupakan tugas BDK Semarang,” ujarnya.
<>
Selama tahun 2011, kata dia, telah dilakukan Diklat LS sebanyak 15 kelas untuk para guru MI, MTs dan MA dari 15 Kabupaten/Kota di Jateng dan DIY. Jumlah mereka 450 orang, merupakan guru mata pelajaran IPA, IPS, Matematika, Bahasa dan Pendidikan Agama Islam.
Telah ada pula, lanjut Chobirun Diklat Teknis LS untuk tingkat dasar, lanjutan dan terampil yang diikuti total 1.380 guru MI, MTs dan MA. Juga menyertakan semua widya iswara BDK dalam Training of Trainers LS JICA.
“Melalui Madrasah Education Development Program, kami juga telah menyelanggarakan pelatihan LS yang diikuti 500 guru madrasah,” tuturnya.
Adapun untuk tahun 2012, dia katakan, pelaksanaan lesson study berupa pendampingan kepada Kelompok Kerja Guru-Musyawarah Guru Mata Pelajaran (KKG-MGMP) maupun madrasah. Di samping tetap melanjutkan diklat LS untuk para guru madrasah yang masuk daftar program.
Kunjungan Ahli
Ahli Lesson Study (LS) dari Jepang, Prof Izumi Nishitani, Kamis (29/12) lalu datang langsung untuk mengajarkan metode pembelajaran dari negerinya tersebut kepada para Widya Iswara (WI) Balai Diklat Keagamaan (BDK) Semarang. Acara yang digelar di Aula Lantai II BDK ini dikemas dalam seminar.
Kedatangan Izumi bersama Koodrdinator Staf Peningkatan Kualitas (PELITA) LS Jakarta Rie Takahashi, merupakan lanjutan program kerjasama Tim Ahli Japan International Cooperation Agency (JICA) dengan Direktorat Pendidikan Madrasah Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI.
Selama 4 jam dia memaparkan dan menjawab setiap pertanyaan para peserta seminar, tanpa satu kalipun istirahat untuk sekedar minum ataupun ke belakang. Izumi dibantu penerjemah Adit kala memberi penjelasan yang cukup panjang, meski para WI rata-rata bisa bertanya dalam bahasa Inggris.
Seriusnya Izumi diimbangi dengan semangatnya para peserta. Meski listrik mati dan ruangan tanpa AC, suasana diskusi berjalan dinamis. Justru karena tanpa ada tampilan slide di layar proyektor, para WI silih berganti bertanya dengan bahasa Inggris maupun Indonesia. Izumi juga terkadang mengucapkan kalimat Bahasa Indonesia yang sedikit dia mampu.
“Terima kasih. Itu pertanyaan bagus. Saya menyukainya,” tutur dia lancar meski dengan logat Jepang.
Izumi menjelaskan, LS adalah pola pembelajaran yang dikembangkan di Jepang untuk meningkatkan kualitas pendidikan di semua sekolah. Terjemahan istilahnya, LS adalah analisis kasus pembelajaran. LS merupakan jembatan menjadi guru inovatif-siswa aktif . Wujud metodenya, guru tidak sebagai pusat keputusan, melainkan melibatkan murid dan ada pengamatnya.
Secara garis besar, jelasnya, guru mengajak murid membuat kesepakatan belajar. Jadi bukan membuat program belajar untuk diikuti para siswa. Setelah mufakat didapat, guru menyampaikan pelajaran dengan banyak diskusi. Posisi tempat duduk juga perlu sering diubah, tidak kaku model berjajar di dalam kelas.
“Pola tempat duduk harus membuat guru menjadi pusat perhatian, tetapi antar siswa bisa saling melihat. Misalnya leter U, O, elips, segi lima, atau bahkan bentuk bintang,” tuturnya.
Dilanjutkannya, di tengah guru mengajar tersebut, ada guru lain yang berperan sebagai pengamat. Apabila si guru model dirasa kurang bisa membuat dinamis kelas, pengamat bisa memberi masukan atau saran.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Ichwan