Daerah

Kampung Toleransi di Situbondo, Ada Peran Kiai As’ad

Sabtu, 21 April 2018 | 04:30 WIB

 Jember, NU Online
Desa Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo laik menjadi contoh  bagi sebuah  toleransi yang sesungguhnya. Perilaku warga di desa ujung timur wilayah Situbondo itu mencerminkan kerukunan dalam keberagamaan. Dengan pemeluk agama yang beragam, mereka hidup rukun, saling membantu dan sebagainya. 

"Salah satunya karena peran Kiai As'ad Syamsul Arifin," tukas Ketua Dewan Riset Daerah Situbondo, H Mohammad Saleh saat menjadi nara sumber dalam Seminar & Konferensi ISNU Cabang Jember di Hotel Bintang Mulia, Kamis (19/4).

Menurutnya, sejak desa tersebut didirikan tahun 1926, sampai hari ini tidak pernah  terjadi konflik keagamaan. Padahal selain dihuni warga muslim juga terdapat pemeluk agama lain. Tidak hanya rukun tapi sinergitas juga terjalin dalam banyak kegiatan sosial. Yang unik, saat umat Islam mau membangun masjid, maka bendaharanya adalah non muslim. 

“Itu asalnya adalah perintah langsung dari Kiai As’ad Syamsul Arifin, dan sampai hari ini masih terjadi,” lanjut Saleh.

Guru Besar Universitas Jember itu menambahkan, kerukunan umat beragama di Desa Wonorejo, juga bisa dilihat  saat ada umat Islam meninggal dunia. Warga non muslim selain hadir ke rumah duka,  bahkan sibuk membantu proses pemakaman,  juga melakukan tahlilan hingga tujuh hari. 

“Mereka (non muslim) juga ikut tahlilan, cuma tempatnya beda dengan yang muslim,” jelasnya.

Karena prilaku toleransinya yang tinggi, maka pada Mei 2015, Desa Wonorejo diresmikan sebagai Desa Wisata Kebangsaan. Harapannya agar  desa tersebut  menjadi model bagi pengunjung atau warga lain yang  secara umum sama kondisi daerahnya, yaitu dihuni oleh pemeluk yang berbeda agama. 

“Semoga itu bisa dicontoh oleh daerah lain,”  harapnya (Aryudi Abdul Razaq/Muiz).


Terkait