Sebagai organisasi Nahdlatul Ulama sayap kepemudaan, Gerakan Pemuda Ansor memiliki tata aturan yang cukup ketat yang telah diatur dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD PRT) dan aturan aturan lain yang telah dibuatnya termasuk dalam hal ini batasan usia bagi pengurus maupun anggota.
Namun, tidak demikian di Barisan Ansor Serbaguna (Banser). Meski di bawah naungan Ansor sebagai organisasi otonom, Banser tidak membatasi usia anggotanya, kecuali usia minimal, sedangkan maksimalnya bisa seumur hidup.
Hal itu bisa dilihat pada gelaran Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hari Pahlawan yang dihelat Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda Ansor yang dihadiri ratusan ribu Banser se Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Kabupaten Pekalongan, Kamis (22/11) kemarin.
Banser-banser senior (tua-red) tak mau kalah dengan yang muda-muda berbaris dengan langkah tegap, menyanyi hingga mengikuti arahan komandan masing-masing untuk meneriakkan yel-yel khas Banser hingga Mars Banser dengan penuh semangat.
Satu di antaranya adalah, kader Ansor yang kini telah berusia lanjut, berasal dari Dusun Nglerep, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak, Abdul Salam. a berangkat bersama rombongan dari PC GP Ansor Demak, namun bus yang ditumpangi terjebak kemacetan di jarak cukup jauh. Ia harus jalan kaki pulang pergi sejauh sekitar 10 kilometer dari lokasi acara.
Abdul Salam bersama rombongan dari Demak, terpaksa jalan kaki. Sejumlah sahabat, berhasil mencapai lokasi sebelum acara. Sementara Abdul Salam ketika sampai ke lokasi acara telah usai.
Dari informasi yang dihimpun dari Sekretaris Pimpinan Wilayah GP Ansor Jateng, Fahsin M Faal, yang diperoleh dari Ansor Banser, ini percakapan antara KH Abdul Salam dengan kader-kader Ansor Banser.
"Mbah, kenapa tidak istirahat di bus saja?" atau "Mbah monggo diantar naik motor saja". Beliau menjawab, "Sisa hidupku ingin kunikmati bersama Ansor Banser, biarkan aku bergembira bersama ribuan Banser, meskipun capek, lelah, sakit, tapi aku menikmatinya, ndak apa".
Begitulah ungkapan keikhlasan dari senior GP Ansor atau yang biasa terucap dalam guyonan di kalangan kader adalah Ansoriyin (Ansor Lama) atau kader Ansor di masa lalu. Kini KH Abdul Salam menjadi tokoh masyarakat di daerahnya.
Ada lagi Banser senior sekali, di tengah keterbatasannya beliau etap semangat hadir di Kajen Kabupaten Pekalongan, namanya Sanadi. Usia 73 Tahun asal dari Kalisalak, Margasari, Kabupaten Tegal.
Luar biasa…, itulah kesan yang tersemat hampir seluruh kader GP Ansor dan Banser yang jumlahnya mencapai lebih dari 100 ribu orang hadir di Alun-alun Kajen, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah.
Bagaimana tidak, ratusan ribu kader Ansor Banser dari tingkat ranting yang diutus atau mewakili dari masing-masing Pimpinan Cabang (PC) Kabupaten/Kota masing-masing, berupaya hadir untuk memeriahkan peringatan kelahiran Sang Baginda Nabi Agung Muhammad SAW tersebut.
Namun, saking banyaknya kader yang hadir, akses menuju lokasi mengalami kepadatan arus lalulintas yang luar biasa. Ribuan kendaraan berupa sepeda motor, mobil pribadi, hingga bus, ‘tumplek blek’ di berbagai jalan menuju lokasi.
“Data yang masuk ke panitia PW Jateng ada 1.200 bus. Kalau kendaraan pribadi ya kita tidak tahu,” ujar Ketua PW GP Ansor Jawa Tengah, H Sholahuddin Aly, Jumat (23/11).
Sehingga, banyak bus yang mengangkut kader-kader dari berbagai aerah tidak bisa sampai ke lokasi dan di luar skenario yang disiapkan. Peserta terpaksa jalan kaki ke lokasi mulai dari 500 meter, 5 kilometer, bahkan hingga 12 kilometer.
Dari informasi yang dihimpun NU Online, dengan semangat pengabdian sebagai kader Ansor dan Banser, tak sedikit mereka jalan kaki menuju lokasi, namun ketika sampai di lokasi ternyata rangkaian acara telah usai.
Selain KH Abdul Salam, masih banyak kader-kader Ansor Banser yang kini telah berusia lanjut, dengan semangat datang ke lokasi memakai seragam Banser. Semisal ada kader dari Wonosobo berusia 67 tahun.
“Apapun kondisinya, yang penting kita tetap bahagia,” ucap Rifqi dari PP GP Ansor.
Yang lebih hebat lagi kata Wahidun Banser Kota Pekalongan, mereka hadir dengan seragam Banser yang cukup lengkap dan pengadaannya bukan bantuan atau sumbangan dari pejabat atau sponsor atau diberi dengan cuma-cuma. Akan tetapi semua yang dipakai ada yang dari hasil jerih payah dari penyisihan uang belanja untuk keluarga.
Wahidun menceritakan, ada seorang temannya saking pinginnya jadi Banser, dia jual sepeda satu-satunya sebagai alat bekerja hanya karena pingin punya seragam doreng Banser.
Banser, semoga pengabdianmu untuk menjadi 'Benteng Ulama NU' di sepanjang sisa umurmu tak lekang oleh waktu, tak luntur oleh curahan caci maki dan tak goyah oleh iming-iming gemerlapnya dunia. (Muiz)