Hal itulah yang kemudian membuat animo masyarakat Kudus terhadap pengajian-pengajian lumayan besar. Banyak dari mereka mengisi waktu tertentu dengan mengikuti pengajian yang tersebar di berbagai daerah, baik di masjid maupun mushalla.
Di Kota Kretek ini terdapat dua kawasan yang menjadi ikon dakwah berbasis pengajian kitab. Yakni kawasan Kudus Kulon yang berada di Masjid Al-Aqsha (Menara Kudus). Di sini setiap Jumat pagi, Mustasyar PBNU KH Sya'roni Ahmadi selalu mengisi kajian tafsir yang diikuti ribuan orang.
Seperti halnya di Kudus kulon, di kawasan Kudus wetan pun ada ikon dakwah yang sudah turun-temurun menyebarkan ilmu-ilmu islam. Yakni di Masjid Baitus Salam yang berada di kawasan kompleks Pesantren Bareng, Jekulo, Kudus yang berdekatan dengan Kabupaten Pati.
Setiap malam Rabu, Masjid Baitus Salam selalu dibanjiri para santri dan masyarakat yang ingin meneguk ilmu-ilmu agama. Mereka berasal dari banyak pesantren di sekitaran masjid, dan juga para warga dari berbagai daerah. Tujuan mereka satu: sekedar ikut mendengarkan pengajian yang saat ini dipimpin oleh KH Ahmad Saiq, salah satu ulama setempat.
Pengajian diisi dengan dua kitab. Pertama adalah kitab “Minhâjul ‘Âbidin”, sebuah kitab tasawuf yang ditulis oleh ulama besar abad ke-5 H, Imam Abu Hamid al-Ghazali (wafat 505 H). Kemudian disusul dengan kitab fiqih jawan (bahasa jawa) karya KH Sholeh Darat, salah satu ulama paling berpengaruh dalam sejarah ulama Jawa.
Praktis pengajian di masjid ini menjadi simbol dakwah yang sekarang ada di kawasan Kudus wetan. Keberadaannya bisa dibilang sebagai oase yang menyegarkan spiritual masyarakat. Hal itu terlihat dari antusiasme masyarakat dan warga dari berbagai daerah untuk sekedar nimbrung ngaji atau ngalap berkah.
Muhammad Makhin, Aktivis Ngaji Rabu