Jember, NU Online
Salah seorang tokoh NU sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Desa Suren Kecamatan Ledokombo, Jember, KH Khazin Mudzhar menekankan pentingnya masyarakat untuk tidak mengindahkan ajakan atau aliran yang agak menyimpang dari kebiasaan muslim pada umumnya.
Sebab, prilaku ibadah yang sudah berurat-berakar di masyarakat tidak muncul begitu saja, namun didapat melalui mata rantai guru yang bersambung kepada ulama salafus shaleh, bahkan hingga Nabi Muhammad SAW.
Hal itu disampaikan saat memberikan tausiyah dalam Peringatan Isra’ Mi’raj di halaman Madrasah Diniyah At-Taqwa, Dusun Paluombo, Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo, Jember, Jawa Timur, Kamis (26/4).
“Tak usah macam-macam lah. Kita shalat, kita wiridan dan sebagainya acuannya adalah adalah para guru kita, para kiai kita yang bersambug ke Kiai As’ad Syamsul Arifin, bersambung ke Kiai Kholil Bangkalan, bersambung Kiai Hasyim Asy’ari, lalu bersambung ke Walisongo dan seterusnya,” tukasnya.
Menurut Kiai Khazin, dalam setiap zaman hampir pasti selalu muncul ajaran islam yang menyimpang dari Islam. Misalnya sekian tahun yang lalu sempat muncul ajaran eling. Yaitu ajaran yang hanya mencukupkan eling (ingat) kepada Allah untuk melaksnakan shalat.
Dengan hanya ingat kepada Allah berarti dia sudah dianggap sah melakukan shalat.
“Kalau ingat bisa dianggap sudah shalat, coba kalau lapar apa bisa kenyang hanya dengan niat makan?” tanyanya.
Bagi masyarakat awam, tambahnya, referensinya dalam melaksanakan ibadah adalah para ulama, kiai kampung dan sebagainya. Umumnya cara beribadah mereka biasa-biasa saja sebagaimana yang telah dipraktekksn oleh masyarakat.
“Kalau ada warga yang agak aneh dalam melakukan shalat, jangan diikuti,” pinta Kiai Khazin (Aryudi Abdul Razaq/Muiz).