Daerah

Buku "Subhana Tuhan" Tak Cukup Ditarik, Tetapi Perlu Cari Motifnya

Ahad, 4 Juni 2017 | 22:00 WIB

Jember, NU Online
Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Moch Eksan mendesak pemerintah untuk segera menghentikan peredaran buku "Materi Layanan Klasikal Bimbingan dan Konseling", dan  menarik kembali yang sudah terlanjur beredar. Sebab, sebagian isi buku tersebut dari sisi aqidah, bisa mengkaburkan makna Allah yang dapat membawa kesesatan. "Tak cukup distop dan ditarik peredarannya, tapi perlu dicari tahu apa motifnya penerbit buku tersebut," katanya di Jember, Kamis (1/6) malam.

Seperti diketahui, belum lama ini telah terbit buku berjudul 'Materi Layanan Klasikal Bimbingan dan Konseling'.  Di dalam buku tersebut terdapat kalimat yang cukup janggal. Misalnya, di halaman 77, disebutkan "Barangsiapa mengucapkan subhana Tuhan, maka baginya 10 kebaikan. Barangsiapa membaca la ilaha illa Tuhan, maka baginya 20 kebaikan. Dan barangsiapa membaca alhamdu lil Tuhan, maka baginya 30 kebaikan." Buku itu adalah terbitan Paramita Publisihing, yang ditujukan untuk guru-guru Bimbingan Konseling (BK).

Menurut Eksan, pergantian atau revisi kalimat-kalimat dzikir umat Islam itu, menyalahi substansi dan  makna harfiahnya sekaligus. Sebab, kata-kata Allah tidak bisa diterjemah dengan Tuhan. Di dalam bahasa Arab, Tuhan mempunyai bahasa sendiri, yaitu Ilah. Yang fatal, katanya, kalimat Laailaha illallah diganti  Laailaha illa Tuhan. "Ini kan pengkaburan makna. Tuhannya umat Islam itu hanya Allah. Allah identitas Tuhan umat Islam. Sebagaimana umat agama lain, juga punya identitas Tuhan, yang namanya beda dengan kita," lanjutnya.

Wakil Ketua PCNU Jember itu menandaskan bahwa terbitnya buku pelajaran yang "sesat" itu, bukan yang pertama kali terjadi di dunia pendidikan. Sepertinya, kata Eksan, hal tersebut memang ada unsur kesengajaan dari pihak-pihak tertentu.  "Kalau perlu  libatkan polisi, ungkap motifnya apa, agar ada tindakan hukum," tegasnya.

Agar tak berulang-ulang kecolongan, ia berharap agar pemerintah melalui Dinas Pendidikan benar-benar menyeleksi buku materi pelajaran siswa. "Guru pendidikan agama, majelis guru mata pelajaran PAI dan pengawas sekolah serta pihak-pihak terkait berkewajiban untuk menyeleksi, mengeleminasi materi pelajaran yang mengandung konten intoleran, radikalisme, pornografi dan perusakan  aqidah," pungkasnya (Aryudi A. Razaq/Zunus)


Terkait