Daerah

Berkah, Pemda yang Mau Danai Madin

Ahad, 17 Februari 2013 | 22:04 WIB

Brebes, NU Online
Mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk madrasah diniyah (Madin) takmiliyah tidak haram, justru ekonomi maupun politik daerah setempat akan mendapatkan berkah. Pasalnya, dana tersebut untuk kepentingan rakyat dan masa depan generasi serta membangun moral bangsa melalui generasi yang shalih dan shaliha.<>

Demikian dikatakan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesanteren Kementerian Agama (Kemenag) RI Dr Mamad Samad Burhanudin disela halaqah Menggagas Raperda Wajib Belajar Madrasah Diniyah  se eks Karesidenan Pekalongan di Islamic Center Brebes, Sabtu (16/2).

Menurutnya, Madrasah diniyah merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Artinya, posisi regulasinya sangat kuat, tapi sayangnya masih banyak Pemkab/Pemkot yang gamang mengalokasikan dananya untuk pembangunan madrasah ataupun kesejahteraan guru madin. “Madin ini, bukan urusan Kementerian Agama belaka, tapi seluruh komponen bangsa termasuk pemkab,” kata Mamad. 

Pemkab masih beranggapan bahwa madrasah diniyah menjadi urusan Kementerian Agama, sedangkan kemenag urusannya langsung ke pusat. 

Dia menjelaskan, madrasah yang dikelola Kemenag itu hanya MI, MTs dan MA yang Negeri dan se Indonesia hanya ada 9,.8 persen madrasah formal. Selebihnya, yang 90 persen punya masyarakat. “Maka tidak ada halangan bagi Pemkab untuk memberi subsidi kepada madrasah formal maupun takmiliyah yang dikelola masyarakat,” tegasnya.

Harapan terbesar untuk pembentukan akhlak ada pada Madrasah Diniyah Takmiliyah. Madrasah yang dikelola Kemenag seperti MI, MTs dan MA negeri sudah menjadi sekolah umum. Sehingga sudah bercampur aduk pembelajarannya, kalau Madrasah Diniyah Takmiliyah seperti Diniyah Awaliyah, Diniyah Wustho dan Diniyah Ulya masih murni pembelajaran keagamaan. 

Dari data yang dihimpun Kemenag, lanjut Mamad, se Indonesia baru berdiri 73 ribu Madrasah Diniyah Takmiliyah. Sehingga dari 40 juta anak Indonesia baru 4 juta siswa saja yang mengenyam pendidikan Madrasah Diniyah. “Ya... baru sekitar 10 sampai 12 persen yang secara intens mengenyam pendidikan diniyah,” ungkapnya. 

Untuk itu Pemkab harus memberi perhatian penuh pada Madrasah Takmiliyah karena merupakan bagian dari aset Pemkab itu sendiri. “Siapa lagi kalau bukan dari Pemkabnya yang memberi perhatian, sebab bukan semata-mata aset Kemenag,” katanya. 

Mamad berharap semua Pemkab se Indonesia memiliki persepsi yang sama dengan menerbitkan peraturan daerah untuk wajib belajar madrasah diniyah. Termasuk kerja sama yang apik antara teman-teman SKPD, Anggota Dewan dan lembaga pendidikan Maarif NU serta Muhammadiyah untuk menggolkan Perda Wajib Belajar Madrasah Diniyah. 

Dengan terbitnya Perda Wajib Belajar Madrasah Diniyah, maka Angka Partisipasi Kasar yang baru mencapai 12 persen bisa meningkat lebih tinggi lagi.



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Wasdiun


Terkait