Daerah

Berikut Prinsip Sukses di Pesantren Miftahul Huda Kota Banjar

Kamis, 4 Juli 2019 | 11:00 WIB

Kota Banjar, NU Online
Setiap pondok pesantren mempunyai ciri khas masing-masing yang berbeda di setiap daerah. Ada pesantren yang unggul dalam bidang hafalan Al-Qur'an ataupun dalam bidang ilmu tata bahasa Arab. Dengan keunggulan berbagai bidang, sangat diharapkan agar santri dapat bermanfaat dan menjadi pengayom dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. 

Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo Kota Banjar Jawa Barat  salah satunya. Pesantren  tuan rumah Musyawarah Nasional atau Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama Februari 2019 silam, mempunyai ciri khas dalam prinsip cara belajar. 

Ciri khas tersebut yaitu turu longan, sandang longan, kenceng mikir (tidur dikurangi, berpakaian dikurangi, berfpkir keras). Tiga prinsip tersebut dicetuskan oleh KH Marzuki, buyut  pengasuh pondok pesantren tersebut. Tiga prinsp merupakan perwujudan dari kesederhanaan dan kesabaran. 

Hal demikian dikatakan pengasuh pondok pesantren, KH Mu'in Abdurrohim pada pengajian bersama santri putri, Rabu (3/7). 

"Sebaiknya, para santri bersabar dalam menuntut ilmu di pesantren," katanya saat menerangkan enam syarat menuntut ilmu. 

Dalam pengajian yang biasa diisi oleh Gus Ahsin Mahrus, menantunya itu kali ini membahas syarat mencari ilmu dan derajat orang berilmu. Menurutnya, syarat dalam mencari ilmu ada enam yaitu akalnya cerdas, cinta ilmu, banyak sabar, memiliki bekal, taat kepada guru, waktu belajar lama. 

“Dan bila semua ditaati, maka Insyaallah santri akan mendapat ilmu yang manfaat dan berkah,” ungkapnya.

Selain itu, dirinya mengatakan bahwa orang beriman, berilmu dan berakhlakul karimah akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT seperti yang terkandung dalam QS Al-Mujadalah:11. “Orang yang beriman dengan kuat yaitu istri Raja Fir'aun yang tidak pernah goyah keimanannya meski maut mengancamnya,” ungkapnya. 

Selain itu dirinya memberi contoh Kan'an, putra Nabi Nuh yang membangkang dan tenggelam dalam banjir bandang. “Sekalipun putra nabi pilihan Allah, jika tidak beriman tidak berilmu dan tidak mempunyai akhlak tidak akan mempunyai arti apa-apa. Apalagi jika terdapat rasa merasa paling benar,” pungkasnya. (Siti Aisyah/Ibnu Nawawi)


Terkait