Bahtsul Masail Pesantren Buntet Cirebon Soroti Kasus Suap Sistemik
Jumat, 5 April 2013 | 10:00 WIB
Cirebon, NU Online
Pesantren Buntet Cirebon menggelar bahtsul masail yang dihadiri oleh puluhan tokoh sepuh dan kiai muda di masjid jami’ Buntet Pesantren Cirebon, Kamis (4/4).
<>
Bahtsul masail yang merupakan bagian dari rangkaian acara dalam menyambut haul al-marhumin sesepuh dan masyarakat Buntet pesantren ini mengetengahkan isu-isu yang dirasakan lebih dekat dan nyata dalam keseharian masyarakat, seperti yang diungkapkan oleh Ahmad Muthohar, moderator bahtsul masail.
Bahtsul masail tahun ini sengaja memunculkan hal-hal yang paling krusial dan dekat dengan masyarakat, semisal sistem suap dalam peluang-peluang pekerjaan yang sudah begitu sistemik, dalam forum bahtsul masail tadi terjadi perdebatan menarik tentang hukum penyuap dan penerima suap.
“Beberapa pendapat dengan ta’bir yang kuat menunjukkan bahwa jika seseorang memang kompeten, layak, mampu, dan secara hak dia harus menerima pekerjaan tersebut namun terganjal oleh sistem suap yang sudah mengakar dalam instansinya, sehingga mau tidak mau dia harus menggelontorkan sekian nominal, maka yang dihukumi haram adalah apa yang dilakukan oleh penerimanya,” jelas Muthohar.
Ahmad Muthohar menambahkan, selain tentang kasus suap yang mengakar di sebagian besar instansi di Indonesia, masalah-masalah penting lain juga diangkat dalam bahtsul masail yang dihadiri oleh ratusan santri dari pelbagai wilayah Cirebon tersebut, antara lain tentang hukum menanam rambut untuk mengatasi kebotakan, hukum juru parkir liar, hukum pemberian dana yayasan yatim piatu untuk anak yang tidak yatim piatu namun kurang mampu, serta hukum memelihara jenggot dan memendekkan celana sehingga berimplikasi menyerupai golongan yang berseberangan dengan ahlussunnah wal jama’ah.
“Ada beberapa masalah menarik yang diangkat dalam bahtsul masail kali ini, hanya saja yang paling dianggap penting dan ramai perdebatan adalah hukum memelihara jenggot dan bercelana pendek sehingga menyerupai kelompok-kelompok yang bersebrangan dengan Ahlussunnah wal Jama’ah,” tandasnya.
Sayangnya, dua tema aktual tersebut berakhir mauquf (tunda.red), karena kapasitas forum tidak dapat menjangkau untuk keputusan itu, harus digelar secara nasional.
“Untuk masalah ini akan kami rekomendasikan untuk bahtsul masail tingkat PBNU,” tambah Muthohar.
Menurut Moh. Hamdi, ketua panitia bahtsul masail, para peserta bahtsul masail terdiri dari perwakilan 26 pesantren se-wilayah Cirebon, serta dihadiri oleh ratusan santri dan masyarakat umum. Untuk kelanjutannya hasil bahtsul masail ini selain dipublikasikan di tengah masyarakat juga akan dibukukan bersamaan dengan hasil bahtsul masail tahun-tahun sebelumnya, dan untuk beberapa poin masalah yang penting akan direkomendasikan ke PBNU melalui pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Cabang Kab. Cirebon.
Redaktur : Mukafi Niam
Kontributor: Sohib Adnan