Perasaan gembira menyelimuti keluarga besar Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama (MINU) Wahid Hasyim Desa Rahtawu, Kecamatan Gebog, Kudus. Pasalnya, gedung baru yang mereka bangun sejak tahun 2013 kini bisa dipergunakan untuk kegiatan belajar mengajar (KBM).
Kepala MINU Wahid Hasyim Ubaidillah Lazuardi mengatakan gedung baru yang sudah digunakan baru empat ruangan di lantai satu. Sejak 21 April lalu, KBM berpindah tempat di gudung baru yang berlokasi di belakang Masjid Al Huda Dukuh Glingsir Rahtawu.
"Alhamdulillah, kita sudah bisa menggunakannya meski belum sempurna seratus persen. KBM bisa berjalan lebih nyaman dan pembelajaran lebih efektif serta mampu membawa kondisi madrasah lebih maju." ujar Ubaidillah kepada NU Online.
Ia menambahkan, bangunan MINU Wahid Hasyim ini terdiri dari dua lantai masing-masing empat lokal untuk kelas dan kantor. Kondisi ruangan lantai bawah sudah berkeramik, sementara lantai dua masih dilanjutkan kembali.
"Saat ini kami masih melanjutkan pembangunan bagian atas lantai dua dan masih membutuhkan uluran bantuan semen, batu bata, baja ringan, pasir dan genteng," ujar Ubaidillah lagi.
Ubaidillah menyatakan gedung baru MINU Wahid Hasyim ini sangat memberi manfaat bagi masyarakat Rahtawu khususnya dan membantu mengembangkan syiar Islam Ahlussunnah Wal Jamaah An-Nahdliyah serta membawa masyarakat lebih religius dan cerdas.
"Kami mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak, para dermawan, LP Ma'arif NU Kudus terutama Rais PCNU Kudus KH Ulil Albab yang telah berpartisipasi membantu pembangunan gedung MINU ini," ujar aktivis GP Ansor Gebog ini.
Sebagaimana diketahui, tahun 2013 pengurus madrasah bersama masyarakat membangun gedung di lahan tanah wakaf milik MINU Wahid Hasyiim. Bangunan gedung ini sempat macet karena terkendala dana sehingga sempat mangkrak selama dua tahun lebih. Namun berkat semangat perjuangaan pengurus dan bantuan para dermawan, pembangunan bisa diteruskan kembali. Akhirnya tahun 2016 ini sudah bisa ditempati untuk kegiatan belajar mengajar.
Hingga kini MINU Wahid Hasyim yang menjadi tumpuan pengembangan pendidikan agama Islam di desa pegunungan dan jauh dari perkotaan ini memiliki peserta didik 74 anak kelas 1- 5 dan 2 kelas Raudhatul Athfal (RA/TK). Sebelum memiliki gedung sendiri, kegiatan belajar mengajar meminjam gedung Taman Pendidikan Alqur'an desa setempat. (QomarulAdib/Abdullah Alawi)