Ramadhan

Kultum Ramadhan: Hal-hal yang Harus Dijaga saat Ngabuburit Ramadhan

Sab, 1 April 2023 | 09:00 WIB

Kultum Ramadhan: Hal-hal yang Harus Dijaga saat Ngabuburit Ramadhan

Ilustrasi: Perjalanan.

Salah satu hal yang harus benar-benar kita jaga ketika sedang berpuasa adalah pandangan. Ya, pandangan dari setiap hal-hal yang dilarang dalam Islam. Sebab, memandang sesuatu yang dilarang bisa menghilangkan pahala puasa.
 

Menjaga pandangan memerlukan perhatian yang sangat intens ketika puasa, khususnya saat jalan-jalan dalam rangka menunggu waktu buka puasa di bulan Ramadhan, atau yang lebih dikenal dengan istilah ngabuburit.
 

Saat ngabuburit, hal-hal yang bisa menghilangkan pahala puasa bisa saja terjadi, bahkan sangat mungkin terjadi. Misalnya, saat jalan-jalan untuk menunggu waktu Maghrib. Dalam hal ini, kita harus benar-benar menjaga pandangan dari sesuatu yang bisa menimbulkan syahwat atau sesuatu yang diharamkan. Jika tidak, maka pahala puasa akan hangus.
 

Contoh yang lain misalnya, ngabuburit dengan cara ngobrol bersama teman-teman. Dalam hal ini kita harus menjaga topik agar tidak ada pembahasan tentang adu domba, membicarakan kejelekan orang lain, berbohong dan sumpah palsu. Jika tidak, maka puasa selama satu hari hanya akan menghasilkan lapar dan dahaga.
 

Berkaitan dengan hal ini, Nabi Muhammad saw bersabda:
 

الصَّوْمُ جُنَّةٌ مَا لَمْ يَخْرِقْهَا. بِمَ يُخْرِقُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكَذْبٍ أَوْ بِسَبَّابٍ أَوْ بِغِيْبَةٍ أَوْ نَمِيْمَةٍ
 

Artinya, “Puasa adalah benteng, selama engkau tidak membakarnya. Para sahabat bertanya: “Dengan apa bisa membakarnya, wahai Rasulullah?” Nabi saw menjawab: “Dengan berbohong, berkata kotor, membicarakan keburukan orang lain, dan adu domba”.” (HR An-Nasa’i).
 

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (wafat 852 H) dalam salah satu karyanya menjelaskan maksud hadits tentang puasa yang bisa menjadi benteng tersebut. Menurutnya, puasa yang bisa menjadi benteng atau pelindung dari api nereka bagi orang-orang yang sukses dalam manjaga tameng tersebut. Puasa yang benar akan menjadi penyelamat agar terhindar dari api neraka.
 

Hanya saja, benteng tersebut akan menjadi pelindung bagi orang-orang yang berpuasa apabila mereka berhasil dalam menjaganya dari hal-hal yang merusaknya. Jika tidak berhasil, maka sama halnya ia tidak memiliki pelindung dari api neraka. Sedangkan sesuatu yang bisa merusak benteng tersebut adalah berkata kotor, membicarakan keburukan orang lain, dan adu domba. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1379 H], juz IV, halaman 104).
 

Dalam riwayat yang lain juga disebutkan, bahwa terdapat lima hal yang bisa menghilangkan pahala orang yang berpuasa, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Nabi Muhammad saw, yaitu:
 

خَمْسٌ يُفطِرْنَ الصَّائِمَ: الغِيْبَةُ، والنَّمِيْمَةُ، وَالْكَذِبُ، وَالنَّظْرُ بِالشَّهْوَةِ، وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ

 

Artinya, “Lima hal yang bisa membatalkan pahala orang berpuasa, yaitu: (1) membicarakan orang lain; (2) mengadu domba; (3) berbohong; (4) melihat dengan syahwat; dan (5) sumpah palsu.” (HR Ad-Dailami).
 

Beberapa hal yang bisa merusak atau membakar pahala puasa di atas harus benar-benar kita jaga dengan sangat intens, khususnya ketika sedang ngabuburit. Sebab, terkadang tanpa terasa kita sudah membicarakan keburukan orang lain, berbohong, berkata kotor, dan melihat dengan perasaan syahwat ketika melihat wanita yang kebetulan juga sedang ngabuburit, atau sebaliknya.
 

Nah, di sinilah hakikat menahan diri saat puasa itu tampak. Dengan kata lain, kita tidak hanya diperintah untuk menjaga mulut dari makan-minum, dan kemaluan dari bersetubuh, tapi juga diperintah untuk menjaga pandangan dari sesuatu yang diharamkan, menjaga mulut dari berbicara kotor, menjaga hati agar tidak iri dan dengki kepada orang lain.
 

Berkaitan dengan hal ini, Syekh Hasan Al-Massyath, salah satu ulama kelahiran Makkah yang dijuluki Syaikhul Ulama (gurunya para ulama), dalam salah satu karyanya mengatakan dengan bentuk syair:
 

إِذَا لَم يَكُنْ فِي السَّمْعِ مِنِّي تَصَاوُنٌ ** وَفِي بَصَرِي غَضٌّ وَفِي مَنْطِقِي صَمْتُ
فَحَظِّي إِذَنْ مِنْ صَومِيَ الجُوعُ وَ الظَّما ** فَإِنْ قُلْتُ إِنِّي صُمْتُ يَومِي فَمَا صُمْتُ

 

Artinya, “(Jika saat puasa) pendengaranku tidak dijaga, tidak menundukkan pandanganku, dan tidak mendiamkan ucapanku. Maka tidak ada yang aku peroleh dari puasaku kecuali lapar dan dahaga. Sekalipun aku mengatakan “aku puasa”, padahal kenyataannya tidak. (Hasan Muhammad Al-Massyath, Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan, halaman 45).
 

Dengan demikian, di saat puasa kita tidak hanya mendapatkan tugas untuk menjaga waktu buka puasa. Lebih penting dari itu kita juga harus benar-benar menjaga semua anggota tubuh dengan intens selama berpuasa, agar tidak terjerumus pada hal-hal yang bisa merusak pahala puasa. Sebab, sangat rugi orang yang puasa selama satu hari, namun tidak ada pahala yang bisa ia raih darinya.
 

Semoga kita semua bisa semakin istiqamah dalam menjalankan ibadah puasa, dan semakin intens dalam menjaganya dari hal-hal yang bisa membatalkan dan menghilangkan pahala puasa. Wallahu a’lam.

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur