Nasional

Sistem Pendidikan Nasional Tak Otomatis Serap Gen Z ke Lapangan Kerja 

Kam, 2 Mei 2024 | 19:00 WIB

Sistem Pendidikan Nasional Tak Otomatis Serap Gen Z ke Lapangan Kerja 

Ilustrasi luluusan perguruan tinggi (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) penduduk Indonesia usia 15-24 tahun merupakan tertinggi, mencapai 19,40 persen. 


Usia mereka berada pada kategori Gen Z yang beberapa tahun sebelumnya atau saat ini masih berada dalam sistem pendidikan nasional di Sekolah Menengah Atas atau perguruan tinggi.


Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Juri Ardiantoro mengomentari tentang pengangguran pada kalangan Gen Z dan ketidaksiapan bonus demografi Indonesia. 


“Wajar jika pengangguran itu dari kelompok umur 15-24 karena mereka adalah kelompok umur terendah dari jumlah penduduk usia produktif. ⁠Itu artinya pengangguran bisa berasal dari kelompok lulusan Sekolah Dasar (SD) sampai perguruan tinggi,” ungkapnya, Kamis (2/5/2024).


Dengan demikian, menurutnya, lulusan SMA dan perguruan tinggi saat ini tidak langsung siap bekerja atau tidak otomatis terserap di dunia kerja.


Oleh karena itu, dia berpendapat, Gen Z harus membuat lapangan kerja sendiri daripada mencari kerja. 


“Maka solusinya adalah tidak saja memperbanyak lapangan kerja baru untuk menyerap mereka, tapi menyiapkan Gen Z untuk membuat lapangan kerja baru, bukan mencari kerja,” tutupnya.


Dekan Fakultas Hukum UNUSIA Muhammad Afifi berpendapat, pendidikan dan pengangguran merupakan permasalahan bersama, bukan kesalahan satu pihak.  


“Namun juga orientasi pendidikan yang harus kembali ke khittahnya, yaitu mencetak warga negara yang beriman, bertakwa, dan mandiri,” tuturnya.


Afifi juga mengomentari terkait bonus demografi yang harus dimanfaatkan secara optimal dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan. 


“Bonus demografi harus dimanfaatkan secara optimal dengan mencetak generasi yang mandiri dan mampu menciptakan peluang kerja, bukan mencari kerja. Karena jika diorientasikan pada mencari kerja, maka faktanya lapangan kerja makin sedikit, belum lagi yang tergantikan sama mesin dan AI,” jelasnya. 


Afifi juga mengajak lembaga pendidikan, khususnya di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) mengejawantahkan pendidikan karakter dari Mabadi Khaira sebagaimana digerakkan oleh almarhum KH Ahmda Shiddiq, Jember, yaitu ash-shidqu (benar) tidak berdusta, al-wafa bil ‘ahd (menepati janji) at-ta’awun (tolong-menolong), prinsip al-adalah (keadilan) dan istiqamah (konsistensi, keteguhan).


“Yaitu 5 prinsip dasar membentuk karakter bangsa, sebagaimana digerakkan oleh almarhum KH Ahmda Shiddiq,” tutupnya.


Salah seorang Gen Z, yang saat ini berstatus sebagai mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta Geo Divan juga mengutarakan bahwa pemerintah dan orang tua berperan penting dalam pendidikan berkualitas.


“Pemerintah harus lebih mendorong sistem pendidikan, bukan hanya mencoba-coba sistem baru dari tahun ke tahun, dan orang tua juga harus lebih bisa memberikan arahan kepada anaknya dengan sering mengajak diskusi sejak mereka kecil,” ujarnya.


Sehingga, kata dia, mental dan orientasi masa depannya terarah sejak muda. Tidak  mementingkan gengsi daripada ilmu dan skill. Tidak seperti yang kemarin viral seorang selegram yang ditawarkan pendidikan gratis seumur hidup malah memilih uang dan hanphone.