Nasional

3 Cawapres Sorot Reforma Agraria, Ini Perbedaan Redistribusi dan Sertifikasi Tanah

Ahad, 21 Januari 2024 | 22:00 WIB

3 Cawapres Sorot Reforma Agraria, Ini Perbedaan Redistribusi dan Sertifikasi Tanah

Cawapres 2024 Abdul Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming, dan Moh Mahfud MD, Ahad (21/1/2024) dalam acara debat keempat cawapres di JCC Senayan, Jakarta. (Ilustrasi: NU Online/Aceng)

Jakarta, NU Online

Reforma agraria yang diamanatkan oleh UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menjadi bahasan dalam debat calon wakil presiden (cawapres) di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, pada Ahad (21/1/2024) malam. 


Hingga saat ini, reforma agraria belum berhasil diwujudkan. Padahal UU Pokok Agraria itu bertujuan untuk merombak ketimpangan penguasaan tanah, menyelesaikan konflik agraria, dan mengatasi kemiskinan. 


Strategi para pasangan calon (paslon) capres-cawapres pun dipertanyakan untuk upaya mengembalikan tujuan reforma agraria agar sesuai dengan amanat konstitusi. 


Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka mengatakan, program reforma agraria akan dikuatkan disempurnakan. Saat ini, katanya, sudah ada Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dengan sudah membagikan 110 juta sertifikat tanah. 


“Dulu sebelum ada program ini, hanya bisa menghasilkan dan membagikan 500 ribu sertipikat. Lalu sekarang sudah ada program redistribusi tanah, eks-HGU disimpan di bank tanah, untuk diredistribusi misalnya kepada pengusaha dan petani lokal,” kata Gibran.


Kemudian, cawapres nomor urut 3 Mahfud MD menanggapi bahwa hanya ada segelintir orang yang menguasai 39 hektar untuk berbisnis sawit. Sementara itu, ada 17 juta petani di Indonesia.


“Kalau dirata-ratakan, (petani) itu hanya menguasai setengah hektar. Itu sebabnya dulu ada reforma agraria yang ditugaskan kepada Presiden untuk segera dilakukan reforma,” jelas Mahfud.


Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa reforma agraria itu terbagi menjadi tiga bagian yakni legalisasi, redistribusi, dan pengembalian hak atas tanah. Sampai sekarang, kata Mahfud, belum ada satu pun sertifikat untuk redistribusi. 


“Yang ada itu baru legalisasi, yaitu orang sudah punya lalu diberi sertifikat, yang lain belum dapat redistribusinya itu,” kata Mahfud.


Perbedaan redistribusi dan sertifikasi tanah

Redistribusi tanah adalah pembagian tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi obyek yang diberikan kepada petani penggarap yang telah memenuhi persyaratan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi


Berdasarkan peraturan itu, tanah yang diperoleh petani penggarap penerima redistribusi tanah akan diberikan status hak milik. Penerima redistribusi tanah antara lain adalah penggarap yang mengerjakan tanah yang bersangkutan, buruh tani tetap pada bekas pemilik tanah yang mengerjakan tanah yang bersangkutan apabila tanah obyek land reform bekas tanah kelebihan maksimum maupun tanah absentee. 


Sementara sertifikasi tanah atau sertifikat hak tanah adalah upaya memberikan bukti kepemilikan seseorang atas suatu tanah beserta bangunannya. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah


 Pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. 


Sertifikat hak atas tanah berguna sebagai alat bukti kepemilikan suatu hak atas tanah bagi pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Ini berarti, sertifikat atas tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak atas tanah tersebut.