Daerah

Bermadzhab Jadikan Pemahaman Agama Menjadi Benar

Ahad, 1 April 2018 | 06:30 WIB

Pringsewu, NU Online
Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin menjelaskan pentingya umat Islam untuk bermadzhab. Menurut Gus Ishom, begitu ia disapa, bermadzhab merupakan hal penting bagi orang beragama agar pemahaman dan praktik agamanya menjadi benar.

"Bermadzhab merupakan metode untuk mengetahui hukum suatu peristiwa yang dihadapi dengan merujuknya pada fikih madzhab tertentu yang dianut atau upaya penyimpulannya dilakukan berdasarkan ushul al-madzhab yang diyakininya," jelasnya, Ahad (1/3).

Gus Ishom menjelaskan hakikat kebenaran dalam Islam, khususnya yang berkaitan erat dengan al-ahkam al-ijtihadiyah (hukum-hukum praktis hasil ijtihad) akan lebih aman, terjaga, selamat dari kekeliruan pemahaman, jauh dari ketersesatan dan lebih maslahat apabila dalam beragama umat Islam bersedia mengikuti dan terikat kepada salah satu dari madzhab yang empat yakni madzhab al-Hanafi, al-Maliki, al-Syafi'i atau al-Hanbali.

"Para imam madzhab (mujtahidun) itu telah disepakati para ulama paling memiliki otoritas dan lebih bisa dipercaya dalam menafsirkan sumber utama hukum Islam, yakni Al Quran dan As Sunah, dan merekalah ulama yang diberi kewenangan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk menjelaskan kebenaran agama Islam kepada kita semua. Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris ilmu dan amalan para nabi terdahulu yang wajib kita ikuti dan harus kita hormati," pungkasnya.

Hal ini juga diamini oleh Katib Syuriyah PCNU Pringsewu KH Munawir yang mengungkapkan tentang fenomena saat ini dimana muncul kelompok yang selalu menanyakan dalil setiap saat mau melakukan ibadah. Menurut kelompok ini, ibadah yang dilakukan tidak bersumber dari Al Qur'an dan Hadits maka ibadah tersebut bid'ah dan tertolak. Hal ini tentu meresahkan bagi sebagian orang yang tidak tahu dan memahami dengan mendalam dalil dari ibadah yang dilakukan karena mereka menggunakan prinsip ikut guru dan ikut kebiasaan yang telah ada.

Menyikapi kelompok yang sedikit-sedikit menanyakan dalil ini, Ketua Komisi Fatwa MUI Provinsi Lampung ini menegaskan bahwa fenomena ini menunjukkan kedangkalan ilmu yang dimiliki. Kelompok ini menilai para ulama, mujtahid sampai dengan imam madzhab tidak memiliki pedoman sehingga tidak bisa dijadikan rujukan.

"Kita harus menyadari kita hidup bukan di zaman rasul. Kita bisa menikmati manisnya Islam dan iman melalui washilah (perantara) para sahabat, tabi'in sampai dengan ulama dan guru-guru kita. Siapa lagi yang akan kita percaya selain mereka?," katanya saat memberikan materi pada Ngaji Ahad Pagi (Jihad Pagi) di Gedung NU Pringsewu, Lampung, Ahad (1/4).

Sehingga menurutnya tidak tepat jika semua orang harus tahu dan hafal dalil-dalil ketika mau beribadah. Hal itu menjadi bidang para ulama dan mujtahid sebagai penjabaran dari dasar utama yaitu Al Qur'an dan Hadits. Bagi umat Islam yang belum tahu dan memahami dalil-dalil ibadah, sudah seharusnya menyandarkan semuanya dengan guru, ulama dan imamul madzhab. (Muhammad Faizin)