Nasional

Kasus Pinjol: Niat Menolong Malah Bikin Kantong Bolong

Sab, 27 April 2024 | 14:14 WIB

Kasus Pinjol: Niat Menolong Malah Bikin Kantong Bolong

Ilustrasi keuangan (Aceng Darta/NU Online)

Jakarta, NU Online
Khaerudin Fasha berniat baik menolong rekannya yang belum mampu membayar utang Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari sebuah bank. Temannya mengaku utang pada KUR itu guna memenuhi kebutuhannya menikah. Ia dengan sukarela menyerahkan identitasnya sebagai orang yang melakukan peminjaman online (pinjol) karena merasa dekat dan yakin orang tersebut akan dapat melunasinya. 


"Itu karena saya saking percayanya secara lahir batin," kata pria asal Cirebon itu kepada NU Online, Sabtu (27/4/2024).


Nahas, rekannya tidak memenuhi janjinya untuk membayar tepat waktu. Heru, sapaan akrabnya, pun harus menanggung keseluruhan utang rekannya sebesar Rp10 juta, lengkap dengan bunga-bunganya yang lebih dari setengah pinjamannya karena beberapa kali jatuh tempo.


Pinjol memang menjadi problem besar di negara ini karena telah menjerat banyak korban, tak terkecuali anak muda yang justru menjadi mayoritas di dalamnya. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2023 menunjukkan 60 persen pinjol disalurkan pada usia 19-34 tahun. Sementara jumlah peminjam yang berusia 19 tahun ke bawah mencapai 12,5 persen dari keseluruhan. Bahkan, trennya terus mengalami peningkatan.


Melihat hal itu, Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Muhammad Abdullah Syukri menilai bahwa ada tiga faktor utama yang menjadi penyebabnya. Pertama, keadaan ekonomi yang mendesak karena sulitnya orang muda mendapatkan pekerjaan. Hal ini didorong dengan biaya hidup dan kebutuhan dasar yang semakin besar dan sulit dijangkau. 


Kedua, lanjutnya, literasi digital yang belum sepenuhnya baik di kalangan orang muda ini. Mereka semua dengan mudahnya mengakses internet, tetapi tidak dilandasi dengan kesadaran dan pengetahuan penggunaan yang bijak. Hal lain yang mendasari orang muda terjerat kasus tersebut adalah karena penindakannya yang masih terbilang kurang sehingga masih berpeluang bebas dari hukum.


Oleh karena itu, PB PMII bergerak melakukan antisipasi dan pencegahan agar korban tidak semakin banyak dengan melakukan pendidikan literasi digital kepada segenap kadernya dan mahasiswa secara umum. 


"Kita sering giat bareng sama Kominfo Kepolisian dan komunitas literasi digital," ujar pria yang menamatkan studi magisternya di Universitas Duisberg Essen, Jerman itu.


Hal lain yang diupayakan adalah penempaan keterampilan orang muda. PMII bergerak memberikan pelatihan dan peningkatan skil anggota dan kader-kadernya agar siap menghadapi kehidupan selepas menamatkan studinya. 


"Ini agar setelah lulus kuliah dapat memperoleh pekerjaan dan bekerja dengan baik," katanya.


Senada, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) juga melakukan berbagai pendekatan untuk mengurangi jumlah korban pinjol di kalangan anak muda. Hal ini dilakukan dengan memberikan apresiasi terhadap prestasi, inovasi, dan kreasi yang dilakukan mereka, baik dari sisi akademik maupun non-akademik.


"Kita coba memfasilitasi coba kalangan anak muda, dengan hibah kompetisi guna mencegah maraknya akses digital yang destruktif, juga bantuan penyelesaian pendidikan," ujar Asrorun Niam Sholeh, Deputi Pemberdayaan Pemuda Kemenpora.