Nasional

Apa Itu Dissenting Opinion dan Siapa Saja Hakim yang Pernah Melakukannya?

Sel, 23 April 2024 | 12:00 WIB

Apa Itu Dissenting Opinion dan Siapa Saja Hakim yang Pernah Melakukannya?

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Dissenting opinion kembali muncul. Kali ini dalam sidang putusan sengketa hasil Pemilu 2024 oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (22/4/2024). Dengan demikian, dissenting opinion tersebut merupakan kali pertama dalam sidang putusan sengketa hasil pemilu.

 

Dissenting opinion ramai diperbincangkan selepas terjadinya sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024, dimana tiga hakim menyatakan sikap dissenting opnion dan lima di antaranya tetap tegas terhadap keputusannya.


Apa itu dissenting opinion?

Menurut Hangga Prajatama dalam jurnal Kedudukan Dissenting Opinion Sebagai Upaya Kebebasan Hakim Untuk Mencari Keadilan di Indonesia. diketahui bahwa dissenting opinion adalah perbedaan pendapat dalam suatu anggota majelis hakim. Para hakim dapat melakukan analisis mendalam dan pertimbangan matang terhadap berbagai aspek yang relevan dengan suatu perkara.


Menurut Pontang Moerad dalam jurnal yang sama menegaskan bahwa dissenting opinion adalah opini atau pendapat yang disampaikan oleh satu atau lebih anggota majelis hakim yang tidak sependapat dengan mayoritas dalam memutuskan suatu perkara.

 

Disamping itu, dissenting opinion juga mencerminkan perbedaan pandangan antara satu hakim dengan hakim lain, sebagaimana dinyatakan oleh Sartika Dewi Lestari


Dengan kata lain, alat bantu tersebut haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga tidak memihak kepada salah satu pihak yang terlibat dalam perkara, melainkan membantu para hakim dalam menjalankan tugas mereka secara objektif dan adil.


Sejauh ini, belum ada regulasi yang secara khusus mengatur hal tersebut, namun keberadaannya sudah diakui salah satunya di dalam Pasal 182 ayat 6 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.


"Pada dasarnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. putusan diambil dengan suara terbanyak; b. jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa."


Dissenting opinion lebih umum digunakan di negara-negara dengan Sistem Hukum Anglo-Saxon seperti Amerika Serikat dan Inggris Raya. Dalam sistem hukum tersebut, dissenting opinion digunakan ketika terjadi perbedaan pendapat antara seorang hakim dengan mayoritas hakim lain dalam memberikan keputusan.


Di Indonesia, yang menggunakan sistem hukum Eropa Kontinental ini, istilah dissenting opinion memang tidak lazim. Pada awalnya, konsep dissenting opinion tidak didukung oleh dasar hukum formal karena masih merupakan praktik yang belum umum di kalangan hakim.


Seperti yang disebutkan Julia Laffranque dalam Dissenting Opininon and Judicial Independence. Juridica International VIII/2003, yang mengatakan; In the continental European legal systems, the dissenting opinion is allowed and disclosed only in some countries, in Western Europe Germany, Spain, Portugal, Greece and even there it is made available in the published form mostly only in higher or constitutional courts.


Hangga Prajatama merekomendasikan untuk dilakukan penelitian yang lebih komprehensif mengenai regulasi dissenting opinion yang masih ambigu dalam kerangka hukum Indonesia.


Menurut Hangga, perlu diciptakan peraturan yang baru yang secara khusus mengatur tentang bagaimana pengaruh dissenting opinion terhadap putusan akhir suatu kasus. Sehingga dissenting opinion bukan sekadar tambahan dalam putusan akhir, melainkan merupakan pertimbangan yang signifikan dengan dasar hukum yang kokoh.

Hakim yang pernah melakukan dissenting opinion

Di Indonesia, terdapat beberapa contoh penggunaan dissenting opinion dalam sejarah peradilan tingkat kasasi. Salah satunya terjadi pada kasus Bank Bali pada akhir Juni 2001, di mana Hakim Agung Artidjo Alkostar mengeluarkan dissenting opinion terhadap putusan Majelis Kasasi yang membebaskan terdakwa Joko S. Tjandra dari tuduhan tindak korupsi.


Meskipun dissenting opinion Artidjo tidak secara resmi dicantumkan dalam berkas putusan, namun beliau dengan inisiatif sendiri mengungkapkan perbedaan pendapat tersebut kepada masyarakat, terutama melalui media massa.


Contoh lain terjadi sekitar April 2002, ketika Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan kasasi yang juga disertai dengan dissenting opinion, yakni menolak permohonan kepailitan oleh PT. Bank Niaga Tbk terhadap PT Barito Pacific Timber Tbk.

 

Dalam kasus ini, putusan Majelis secara jelas mencantumkan pendapat seorang Hakim Agung yang berbeda sebagai dissenting opinion, meskipun namanya tidak disebutkan secara spesifik.


Terakhir, terdapat tiga Hakim Konstitusi yang secara terang-terangan melakukan dissenting opinion dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 dengan lima hakim lainnya, hakim itu di antaranya Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.


"Terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion dari 3 orang hakim konstitusi yaitu hakim konstitusi Saldi Isra, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, dan hakim konstitusi Arief Hidayat," Kata Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).